Thursday, July 18, 2024

Bagikan Ilmu Biarpun Secuil

“Allah meninggikan orang-orang yang beriman  di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yng kamu kerjakan.

(QS Al Mujadalah: 11)

Ayat ini mengingatkan betapa aku dijuluki, dilabeli, dan disikapi sebagai seseorang yang berilmu. Aku menanggung gelar magister di pundakku. Dari luar negeri pula. Betapa orang akan memandang ini sebagai sesuatu, seolah aku adalah orang berilmu. Terkadang aku merasa, terkadang juga tidak merasa. Karena toh sikapku sebagai orang dewasa, mungkin merasa terkadang aku bertindak seperti anak-anak.

Maka dari itu, aku terkadang perlu menyadari satu hal: bahwa ada hal yang aku sudah ketahui dan aku pahami setelah studiku yang sekian lama ini. Ada jurnalisme damai yang aku tahu, ada kajian keamanan, dan ada banyak hal lain yang aku bisa. Termasuk menulis dalam bahasa Inggris.

Dengan kemampuan dan pengetahuan tersebut, apakah aku tergolong orang yang berilmu?

Salah satu yang menjawab, di antaranya, adalah ketika aku sedang berada di dalam kelas. Di dalam kelas, aku memahami bahwa banyak mahasiswa yang ternyata perlu pemahaman tentang hal-hal yang aku anggap sudah dipahami banyak orang, namun ternyata tidak. Artinya, aku punya sesuatu yang tidak mereka punya. Tapi, bukankah mereka juga punya pengetahuan yang tidak aku punya?

Makanya, aku setuju dengan perkataan bahwa mencari guru itu harus yang sudah sepuh secara usia. Karena sudah sepuh, hidup dan pengalaman sudah menyepuhnya menjadi kilapan ilmu pengetahuan yang mencerahkan, meskipun kami sama-sama terbuat dari modal logam yang sama. Ia lebih tajam, lebih mengkilat, dan lebih mampu membedah isi daging untuk dibagi kepada banyak orang.

Pisau ilmunya telah terasah sebegitunya.

Tapi aku juga memahami bahwa ilmu itu bisa datang dan pergi. Otak manusia terkadang terbatas dengan kapasitasnya mengingat. Ada masa dimana ia akan lupa dengan apa yang dulu ia ketahui.

Padahal, dengan kapasitas terbatas tersebut, ia tetap punya tanggung jawab untuk meneruskan ilmunya menjadi sesuatu yang berharga, dalam bentuk apapun itu. Karya, tulisan, ucapan, lisan, pengajaran, buku, teknologi yang bisa dimanfaatkan, atau tindakan yang menghasilkan kebermanfaatan bagi banyak orang.

Hal ini berarti bahwa, sekecil apapun ilmu dan pengetahuan itu, maka tuangkanlah sebisa dan sepahammu. Karena Allah swt menitipkan kepadamu pengetahuan itu sejenak, dan bisa jadi tidak lama lagi kamu akan lupa karena alaminya sifat manusia adalah pelupa.

Maka dengan waktu, pengetahuan dan ingatan yang terbatas, bagikanlah apa yang kamu ketahui sesingkat dan sesedikit apapun itu. Karena yang kecil belum tentu remeh, dan yang besar belum tentu penting.

Tuesday, July 16, 2024

Tulus Mencintai Ilmu

 Sudah beberapa bulan ini aku berkutat dengan upaya mendaftar untuk studi lanjut di jenjang S3. Sedari tahun 2022, sepertinya, aku sudah punya tekad untuk segera melanjutkan studi ini. Angan-angannya banyak, menjadi bergelar doktor, studi di luar negeri, bisa melakukan banyak hal, dipuji banyak orang karena gelar, dipandang tinggi juga. 

Tapi, ada yang tidak sejalan dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dalam niatku untuk melanjutkan studi. Aku tidak pungkiri ada upaya membesarkan diri dan memampukan diri dikagumi banyak orang. Dalam upaya ini, niatku menjadi jauh dari tulus untuk mencari ilmu. Untuk menuntut ilmu dalam diriku sendiri. Yang terbayang dalam diri adalah berada di luar negeri dengan semua keindahannya, padahal dulu aku juga ingat persis bahwa studi S2-ku adalah perjuangan yang tidak mudah, lalu apalagi S3? Bukankah lebih sulit lagi? Apakah aku sudah lupa dengan pengalaman itu? Sepertinya, diriku tidak berpikir semendalam itu, mungkin. 

Dalam upaya itu pula, aku menjadi berpikir banyak hal menyenangkan yang bukan seharusnya menjadi niat awal dalam menuntut ilmu, yaitu ya, menuntut ilmu itu sendiri. Makanya, tidak mengherankan bahwa perjalanan belakangan ini untuk studi lanjut terasa berat betul. Selama 2 tahun, tidak kunjung aku berhasil membuat bahkan barang proposal semata. Kenapa bisa begini, pun aku tidak sepenuhnya paham, sebelumnya. 

Baru kemudian aku sadari kembali bahwa, innamal a'malu binniyat. Amal itu tergantung pada niatnya.

Aku tidak berniat secara tulus untuk mencintai pengetahuan dengan mengkajinya, menelaahnya, merenunginya, mengaitkan dengan jiwaku, dan juga mengajar serta menerapkannya, lalu menuliskan untuk dibagikan kepada banyak orang.

Niatku bukan karena ilmu itu sendiri. Tapi karena kesenangan yang membarenginya. Tapi karena kesenangan berada di luar negeri. Tapi karena kebanggaan pada diri sendiri dan keinginan dilihat wah. Tapi pada keinginan untuk mampu menggapai hal-hal lain yang diinginkan diri, yang bukan sepenuhnya tentang ilmu itu sendiri. Tapi pada keinginan untuk mendapatkan amal jariyah dari ilmu. Tapi pada keinginan untuk menjadi lebih baik dalam kedekatan dengan Allah swt karena berpindah ke tempat lain, dan merasa akan ada kehidupan baru yang lebih baik. Tapi pada keinginan untuk mengungguli orang-orang lain. 

Tapi keinginan-keinginan itu pula yang sepertinya semakin membuat ilmu enggan menyapa. 

Karena ia tahu ia tidak dicintai secara tulus, setiap kali aku terburu membaca bagian-bagian darinya tanpa merenunginya. 

Karena ia tahu ia tidak dicintai secara tulus, ketika aku tidak memikirkan setiap jengkal sederhananya dengan perhatian penuhku. 

Karena ia tahu aku tidak sepenuhnya merenunginya dengan hati dan jiwaku, untuk mencintai dan meneruskannya pada manusia lain, demi ridho-Nya dan demi kemaslahatan umat manusia. 

Karena ia tahu tujuan sejatinya hati dalam tindakan ini bukan untuknya, melainkan untuk dunia. 

Padahal ilmu itu adalah cahaya, yang tidak sejalan bisa disandingkan dengan orientasi duniawi si pencarinya. 

Maka ketulusan cinta pada pengetahuan, yang dibarengi dengan kesabaran, renungan, hati dan jiwa yang seutuhnya didedikasikan padanya, untuk Allah swt, bersama Allah swt, dan memahami kembali bahwa sejatinya ilmu itu dari Allah swt. 

Maka cinta pengetahuan berarti mencintai hadiah dari Allah swt yang mencerahkan hati dan kehidupan umat manusia. 

Tanpa cinta tersebut, ilmu yang bermanfaat adalah mustahil. 



Sampangan, 16 Juli 2024