Tuesday, September 26, 2017

Surat untuk Mbak Tutik

My first encounter with English, or at least my first intense study of English happened when I was 10 years old.

As the youngest of five, I kept being exposed to many songs from people around me, especially and very especially my siblings.
My sisters love ballads, tho my brother loves alternative, metal and any kind of emo screamo kinda rock songs. Dad loves traditional Javanese 'langgam', while Mom, really she just likes everything as long as it sounds good to her. But hey she mastered second voice naturally, by instinct.

That year was 1998, a year when 'Titanic,' a romance movie about a sinking literally titanic vessel came to prominence in local cinema. My oldest sister and the third oldest, mbak Tutik and mbak Santi are in love with the soundtrack of this song.
They kept singing that song, while my friends at school also mumble the exact same tone, although they don't know what exactly they're saying.

And that day, i realized my sisters have written that song in a notebook, mbak Santi, if I'm not mistaken.

That night I was bound to go to bed when I asked mbak Tutik to accompany me to bed. She sang me a song, that song.

The title is 'My Heart Will Go On,' a legendary song by Celine Dion.

While laying in my mom and dad's bed (Yes, I still sleep with my parents till I turned 11 or so), she sang me that song and translate the entire song word by word from the start.

"Every night in my dream," she sang it softly. "Every means 'setiap', night means 'malam', and then in means 'di dalam,' and my dream means 'mimpiku'" she explained each word till I understand the meaning clearly. And it continued to the last sentence of that song.

It's only now that I realized that that was my first time studying English, and she's the one who taught me my first English words.

Yet now, I'm sitting in a desk working at thousands of words of essays that seems endless to me, crafting academic journals that I hope would turn into a profound and influential knowledge some day in the future.

That time was the first time I got fascinated with other language, since I consider both Javanese and Indonesian as my mother tongue. That song is my bedtime lullaby. That was the time that I got so interested into studying English, a step that enabled me to be here right now in Sydney, Australia, studying at world's 50th best university.

I could never thank you enough for teaching me that song, Mbak. I hope you're getting better, live your life cheerfully like you used to.

Love, your youngest brother.



Monday, May 1, 2017

Iman dan Perjuangan

Ya Allah, maaf… Engkau telah melimpahkan cinta Rasul-Mu pada kami umat Muhammad, dan Engkau mengizinkannya membawa umat Rasul kembali ke surga, meskipun dengan hanya iman yang sebiji dzarrah, meskipun hanya dengan seucap kata yang mengagungkan-Mu

La ilaha ilallah…

Ya Rasul, maaf… sebagai umatmu aku masih selalu dan selalu kufur nikmat atas apa yang telah dianugerahkan Allah padaku. Dosaku benar bertumpuk dan tak terhitung.

Sementara yang Allah perintahkan hanya hal sederhana, beribadah, dan lakukan hal yang baik, jauhi maksiat dan semua yang dilarang Allah.

Dan aku masih terus malas, padahal semua kerja keras itu adalah untuk mendapat Rahmat Allah. Perjuangan itu hanyalah cara bukti bahwa kita di bumi sedang mencari cinta Allah kepada makhluk-Nya, bahwa bagi Allah begitu mudah menjadikan keajaiban datang di hadapan kita. Dan yang perlu kita lakukan hanyalah membuktikan bahwa kita benar2 sungguh2 berupaya sekuat tenaga mencari ridho dan Rahmat Allah melalui perjuangan kita yang tidak kenal Lelah dan tidak putus asa, Karena perjuangan adalah bukti iman kita pada Allah, bukti bahwa kita percaya Allah mencintai makhluk-Nya dan Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu dalam semesta.


Maka berjuanglah rif. 
Gapai cinta-Nya. 
Seperti Siti Hajar berlari ke sana kemari mencari air di padang pasir, dan Allah berkehendak membantunya dengan cara yang tak terduga, jejakan kaki Ismail sang bayi yang menangis kencang memekakan telinga. 
Berjuanglah, karena jalan karunia Allah berasal dari arah yang tak terduga, karena Allah-lah yang memiliki semua ini. 

Karena berjuang itu adalah cara kita beriman pada-Nya. 

Saturday, March 25, 2017

Self-Motivating Session :p

This afternoon is just like many other days, ordinary days as I study in Fisher Library level 5, at the University of Sydney. Yes, I study at University of Sydney, a place that people called, one of the best university in Australia. Hey, it's the best university in Sydney area, people say.

Now do you remember who you are, rif? (Yes, sorry I am having conversation with myself right now). You were a student of a small university in Semarang, Indonesia. I came from a small town, a third world village if you'd like to name it and also a graduate of a small not-popular university or just another private institution in a developing country. Yet do you remember rif, you can pass all those obstacles to get here, to study here, give yourself a chance to taste a study abroad, just like what you always wanted to do since junior high!

Wake up! It's a dream come true, do you remember. It's the thing everyone back there in Indonesia are craving for, are struggling for. Yet you already have it. Be thankful, Arif. Be grateful for what Allah swt has given you.

And do you believe it? You can manage to study at Sydney uni. You are good, just as many other student from famous world universities. This is USyd, and it is the world's champion for debate competition.

The point of this writing is just to point out. You are good enough. You are amazing. You are marvelous. So be confident. Believe that you can.

^_^

Wednesday, March 22, 2017

Aal iz Wel, PostGrad Life!

Hai! Setelah sekian lama gak nulis langsung di dashboard blogger, akhirnya kesampean juga pengenan ini. Nulis langsung di dashboard bloggger! Ahaha, i repeat that exact same clause twice...

It's 10.10 am in the morning, Lakemba time. Now i live in suburb of Sydney, sebuah kota paling besar di negeri Australia, negeri Kanguru. Yep, mas mas yang punya blog ini udah gak lagi di Indonesia dan terlebih lagi di Semarang. Udah pindah sejak bulan Juli tahun lalu ke sebuah negeri yang sering jadi impian para pencari suaka dari negara2 Timur Tengah atau pun Afrika sana: Australia!

G'day mate. Begitu stereotip bahasa yang terkoar-koar di luar sana tentang aksen Australia. Nyatanya, enggak gitu juga sih. Gak banyak orang yang bilang kayak gitu apalagi di lingkung akademis kayak di kampus. Betul, sekarang ini diriku sedang menjalani studi lanjutan, sebuah kehormatan yang diberikan negeriku Indonesia, untuk diri ini yang dianggap mampu dan potensial memberikan kontribusi nyata untuk Indonesia. Katanya...

Tapi...

Sekarang ngadep sama yang namanya postgrad life. It's... wow. Extraordinarily challenging! Nantang banget coy. Udah lama gak diadepin sama tantangan yang kayak gini.
What are those?

Bacaan kuliah yang seabrek banyaknya. Dalam waktu sehari biasanya ada 1 mata kuliah, dan karena cuma ada 4 mata kuliah dalam satu semester, kuliah ya cuma 4 kelas dalam seminggu. Tapi bacaannya jauh lebih lebih lebih banyak daripada undergrad. Pas dulu S1, jangankan baca sebelum kelas, presentasi aja bikinnya dadakan. Ujian aja SKS. Jadi mau gak mau, kebiasaan ini kudu jauh2, rif. (Talking to myself). And people, everyone, anyone, please, kalo mau lancar S2, siapkan kebiasaan baca yang kuat. Tanpa itu, kita gak akan mampu ngadepin sekian banyak godaan buat males. Ahahaha. To be honest, aku ini males juga kadang, but yeah, life must go on dan baca kudu tetep baca biarpun gak kelar. Kayak sekarang, tulisan ini sebenernya karena mau curhat ya Allah gini gini amat yak kuliah S2. But anyway, aku seneng banget dikasih kesempatan kuliah S2 begini so i won't give up! Sekarang lagi ada 3 jurnal menanti, masing2 sepanjang 30an halaman. Dan bahasa Inggris semua. Yerp. Good luck with that, diligent me..

Language Barrier. Gimana pun juga, kita yang bukan asli dari lahir pake bahasa Inggris memang mengalami hambatan dalam hal berbahasa. Sedari awal, pas kuliah udah mulai dizzy dengerin kuliah karena ada aja yang kedengeran dan sering nya ilang2 tuh apa yang dimaksud dosen yang lagi jelasin. Alhasil, ya kadang bruwet juga gak tau mau ngomong apa pas ditanyain sama dosen, kita ada pertanyaan apa. Lha wong paham aja susah.
Tapi ya seiring berjalannya waktu, kemampuan itu membaik dan mulai terlatih. Dengerin dosen yang utama, jadi at least paham apa yang lagi dibahas, dan kalo temen lagi diskusi ngerti mereka lagi diskusiin apaan. Bukankah itu yang terpenting dan titik awal banget buat bisa berbahasa dengan bener?
Makanya kudu sering2 latihan sebenernya buat make bahasa itu. Biar gak ilang bahasanya, biar terlatih trus. Mau gak mau dan malu gak malu kudu ngomong biar pun plegak pleguk malu2 dan ada salahnya. Karena nervous jadi ilang deh pas udah mau disiapin. Tapi yaaa mereka pun paham dengan kendala kita toh kita bukan lahir dengan bahasa itu. Jadi pede aja rif, just say what you say.

Exam dan Essay yang banyak. Since i'm studying social science, bacaan yang seabrek dan penulis jurnal yang 'suka curhat' di jurnalnya itu kayak hal yang gak bisa dihindari sama sekali. Jurnal2 itu panjang dan sering sebenernya cuma bahas masalah yang simple. Cuma mereka mau naroh seni biar jurnal itu jadi menarik buat dibaca dan ada sisi estetiknya. Well, i appreciate that dear authors, but please, tulisannya jadi panjang dan gak to the point. Ini sih sebenernya cerita curhatan pembaca yang ngeluh karena bacaannya jadi banyak. Hehehe. But nevertheless, jurnal kudu dibaca kalo pas lagi nyiapin essay. Dan kalo pas lagi begitu, pengennya tuh langsung ke poin yang mau disampein sama jurnal itu biar essay cepet kelar. Nulis pun tantangan yang hebat karena kita sebenernya punya gaya nulis masing2 yang entah kita sadar atau enggak, pasti kelihatan di tulisan kita. Tambah lagi, gak boleh nyontek kopas dari sumber lain. Kalo pun iya kudu sesuai kaidah penyantuman sumber yang bener, biar gak disebut plagiat. Nah lhoh. Belum lagi mikir buat esensi esai nya. Seru dah bener ini kuliah S2.

Masih banyak sebenernya, termasuk kadang rasa malu kalo mau ngobrol sama temen baru. Yang bisa aja dialami siapa aja.

Kalo pas lagi ngadepin kayak gitu, just relax rif. You can do that, you believe in yourself and Allah swt will always be with you.

Kalo udah lelah, serahkan aja sama Allah swt. Pray, prostate before him. InsyaAllah aal iz wel, katanya.

Thursday, March 16, 2017

Rindu Ibu

Solat asar baru saja usai, dan aku teringat apa yang aku pikirkan beberapa saat dalam solatku. Aku tahu tidak seharusnya aku berpikir tentang selain Allah selama shalat, tapi ini benar-benar tidak terelakkan.

Karena tadi selama sholat aku teringat kondisi sekarang dirumah, yang bapak ada di rumah bersamaku sedang ibu dan keluarga yang lain, dek kiki dan mbak tutik sedang jauh di Jogja. Dan rasanya sepi, begitu pula hatiku. Aku tadi berpikir, bagaimana bisa aku merasa begitu hampa di rumah, begitu kosong padahal beberapa hari yang lalu aku bisa baik-baik saja dan tidak merasa hampa di rumah. Yang lalu aku perhatikan, apa yang lakukan selama di rumah? Sebenarnya kegiatan biasa saja, kegiatan lama yang dulu aku lakukan bersama ibu. Ya, bersama ibu. Cuci baju, memasak, beres-beres rumah, ada ibu.

Aku sadar bahwa ibu adalah cahaya bagi rumah kami. Keberadaannya, meskipun memang cerewet betul, tapi ia adalah penerang bagi rumah kami. Jika tak ada ibu rasanya rumah sepi, itulah yang dikeluhkan dek kiki ketika ibu berangkat ke jogja. Seketika rumah terasa sunyi, tidak ada lagi cuap-cuap cerewet ibu yang mengomel karena ada saja bagian rumah yang tidak benar. Atau karena dek kiki lagi lagi bandel, tapi aku betul merindukan hal itu. Tidak kalah pula, kesabarannya menghadapi semua itu, bersama kami yang ada dirumah yang tidak jarang juga menjengkelkan. Ia menyediakan makanan, menyiapkan makan untuk kami, memikirkan perut kami yang selalu kelaparan ini.

Ahh, aku rindu ibu. Cepat pulang ibu, biar nanti aku sempat bertemu sebelum berangkat ke Malang untuk berdoa untuk ibu. Berjuang agar ibu dimuliakan di akhirat nanti.


Love you my mom.