Artikel ini dirilis di Suara Merdeka pada tanggal 20 Oktober 2012
Oleh Wahyu Arif Raharjo
Mahasiswa FISIP Universitas Wahid Hasyim
Masih segar di ingatan kita bagaimana tawuran antar mahasiswa di berbagai kota di Indonesia belakangan ini memakan korban tewas yang tidak sedikit. Sebuah ironi yang pahit jika kita melihat fakta bahwa mahasiswa yang notabene adalah kaum intelektual, justru memilih untuk menggunakan jalan kekerasan sebagai jalan keluar bagi permasalahan mereka. Ironisnya, pemicu terjadinya taurwan ini seringkali tidak ada sangkut pautnya dengan kebijakan (9 persen) yang seharusnya menjadi bahan yang dikritisi mahasiswa, namun cenderung pada permasalahan pribadi (23 persen) serta sentimen antar institusi (29 persen).
Sayangnya, institusi pendidikan sebagai tempat mahasiswa yang terlibat tawuran tersebut menimba ilmu hanya memberikan sanksi terhadap mahasiswa yang terlibat tawuran tanpa secara aktif membina mahasiswa serta melakukan tindakan pencegahan terhadap tawuran. Padahal jika diamati lebih dalam, benih-benih tawuran yang disebabkan oleh sentimen antar institusi ini tumbuh dan bereproduksi selama mahasiswa berada di kampus. Budaya kampus menjadi media utama berkembangnya sentimen permusuhan ini.
Oleh karena itu, tindakan pertama dan utama yang perlu dilakukan adalah memutus rantai sentimen permusuhan antar institusi yang menyebabkan tawuran ini. Tugas berat ini terutama dipegang oleh kampus sebagai institusi pendidikan yang memiliki wewenang terhadap mahasiswanya. Pihak kampus perlu mengawasi kegiatan organisasi mahasiswa serta kegiatan mahasiswa di kampus yang berpotensi menjadi media sosialisasi sentimen permusuhan antar institusi oleh para senior.
Selain itu, segenap komponen kampus mulai dari mahasiswa, dosen, staf pengajar, alumni serta seluruh organisasi kemahasiswaan juga perlu menumbuhkan kesadaran bahwa keterlibatan dalam tawuran hanya akan menjadi noda kotor bagi nama baik kampus itu sendiri. Penanaman toleransi, nilai keberagaman, serta resolusi konflik sebagai bagian dalam kurikulum merupakan wujud nyata pencegahan terhadap tindak kekerasan.
Pada kenyataannya, penyelesaian masalah melalui jalan kekerasan seringkali tidak menuntaskan permasalahan dan bahkan justru menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks.
No comments:
Post a Comment