Thursday, December 10, 2015

Seri Beasiswa LPDP: On the Spot Essay



Selamat pagi, pejuang beasiswa!

Kali ini sapaan sengaja saya tulis seperti ini, karena saya yakin betul sekarang ini anda-anda sekalian yang sedang membaca tulisan kecil ini adalah para pejuang beasiswa yang sedang berkutat menghadapi ujian LPDP. Jangan khawatir, njenengan tidak salah tempat. Tulisan ini memang secara khusus didedikasikan untuk teman-teman semua dari seluruh penjuru Indonesia yang tengah berharap-harap cemas menantikan seleski Beasiswa LPDP, baik Afirmasi maupun Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI).
       Lebih khusus lagi, artikel ini akan membahas mengenai satu model seleksi baru untuk menyaring penerima beasiswa LPDP yang dilaksanakan kedua kali pada periode 4 tahun 2015 yaitu, jeng jeng jeng… seleksi penulisan esai. Model seleksi baru ini sudah diumumkan sejak periode pertama tahun 2015, dan sejujurnya tidak se-menyeramkan yang banyak dikira. Waktu itu, saya lihat reaksi banyak pendaftar sepertinya begitu heboh, dan kemudian banyak yang bersegera mendaftar untuk menghindari proses yang satu ini. Saya rasa, tidak perlu menanggapi begitu paranoid, toh saya yang baru saja melewati proses itu seminggu lalu pun insyaAllah baik-baik saja.
        Tujuan dari seleksi esai ini ya betul-betul menguji kemampuan akademis si calon penerima beasiswa LPDP. Kita nantinya (kalau benar-benar lolos dan berangkat) diharapkan akan memberikan kontribusi untuk Indonesia, dan sudah sewajarnya memiliki kesiapan akademik yang matang, termasuk di antaranya kemampuan menyampaikan pendapat dan menjelaskan dalam bentuk tulisan. Aspek kemampuan menulis menjadi penting mengingat kemampuan orang berkomunikasi itu bervariasi, ada yang secara lisan lancar namun ada yang tidak bisa berkutik ketika harus berbicara di depan khalayak, tapi punya kecerdasan yang mengagumkan. Nah, celah inilah yang bisa dimanfaatkan si orang tersebut, sekaligus biar panitia seleksi beasiswa LPDP gak kecolongan karena salah strategi. Jadi orang yang betul-betul berkualitas bisa tersaring. Pelajaran ini saya dapatkan karena salah satu rekan saya satu tim waktu seleksi juga memiliki kendala dalam menyampaikan pendapat, tapi hasil karyanya betul-betul menakjubkan. Jadi kalau njenengan nggak terlalu bisa ngomong, jangan khawatir, ini kesempatan anda!
       Teknis penulisan ini sebenarnya sederhana. Kalau anda pernah mengikuti Test of Writing English di TOEFL atau IELTS, pasti paham dengan model seleksi penulisan esai ini. Waktu seleksi penulisan ini adalah 20 menit sebelum LGD, dan dilaksanakan selama 30 menit. Iya, cuma 30 menit! Aturannya pun mudah, tidak ada kertas atau alat tulis lain selain pena dan papan jalan (sebelumnya sudah diumumkan di undangan seleksi substantif yang dikirimkan ke surel masing-masing, makanya baca surelnya harus lengkap, gak boleh main-main!). Satu kelompok esai terdiri dari sekitar 20 orang yang nantinya duduk di ruang kelas dengan satu meja dengan selembar soal di atasnya (dan pastinya ada kursinya), dipandu seorang pembimbing di dalam ruangan. Pembimbing ini akan menjelaskan aturan penulisan esai, dan menghitung pelaksanaan esai selama 30 menit. Selain itu, selama proses penulisan esai, pembimbing juga akan memberitahukan waktu yang tersisa untuk menulis. Peringatan diberikan setelah berjalan 15 menit, sisa 10 menit, sisa 5 menit serta 1 menit. Karena selama seleksi penulisan esai ini tidak diperbolehkan membawa kertas lain atau mencorart-coret lembar soal, peserta bisa menulis gagasan di kartu peserta yang sudah dicetak sebelumnya.
          Soal esai terdiri dari 2 pilihan, yang keduanya terkait dengan isu tertentu terutama yang terkini. Dari savitriadelia.blogspot.co.id, saya dapat informasi kalau tema seleksi penulisan esai adalah sebelumnya adalah (1) revolusi mental yang digagas Presiden Jokowi dan (2) bonus demografi; sebuah tantangan ataukah bencana? Sedangkan di periode 4 tahun 2015 sewaktu saya mengikuti seleksi, tema pertama berkaitan dengan tantangan globalisasi, bagaimana peluang bagi Indonesia untuk memanfaatkannya dan bagaimana ancaman globalisasi terhadap budaya lokal, serta yang kedua yaitu tentang pola pengasuhan orang tua terutama yang berkaitan dengan perilaku seksual anak. Dari kedua tema, kita kemudian diminta untuk memilih salah satu topik kemudian menuliskan pendapat kita sesuai tema. Ada 3 kriteria penilaian yaitu struktur tata bahasa, orisinalitas ide atau gagasan anda dan sistematika penulisan, keterkaitan antar paragraf.
             Menulis dalam waktu singkat dan dengan gagasan yang bisa terbatas atau bisa juga melimpah itu betul-betul sebuah tantangan. Kalau kita punya banyak gagasan, biasanya justru akan bingung karena harus memilah mana yang tepat dan mengangkat nilai. Kalau miskin ide, nanti jadinya esai akan meluber dan hanya berputar di satu gagasan inti tapi dijelaskan panjang lebar tinggi dan kemana-mana, malah terlihat tidak efektif. Kalau kita sudah punya gagasan, lebih baik difokuskan pada menjawab pertanyaan tema yang sudah disediakan. Lalu gagasan bisa diurutkan seperti membuat skripsi, mulai dari pendahuluan, tinjauan pustaka, lalu pembahasan dan kesimpulan. Yang penting, antar paragraf nyambung satu sama lain. Selain itu, kita bisa buat penjelasan yang singkat, padat dan jelas. Waktu 30 menit untuk menulis itu benar-benar sebentar saja, jadi lebih baik kalau gagasan yang disampaikan tidak terlalu banyak tapi padat dan rinci.
           Terkait dengan tema, memang gampang-gampang susah. Kalau kita beruntung, tema yang kita dapatkan bisa jadi sesuai dengan studi kita dan itu kan gak masalah. Apesnya kalau kita sama sekali tidak tahu menahu tema tersebut. Untungnya, setidaknya kita bisa memilih 2 tema yang tersedia. Persiapan untuk seleksi ini ya pastinya memperbarui informasi dari macam-macam sumber, bisa koran (asal dibaca), atau berita on-line (yang nyambung dan relevan, bukan gosip seleb). Berita-beritanya juga yang memang menyedot perhatian publik, banyak didiskusikan, bisa jadi diomongin bapak-bapak PNS yang lagi nongkrong di warteg mau sarapan, atau tukang ojek yang lagi mangkal. Isu yang diangkat biasanya kontroversial, banyak memicu perdebatan dan memang lagi hot-hotnya.  
Kalau sudah, coba kita analisis kasus itu dengan sudut pandang sendiri. Beberapa teman mengaku sempat bingung karena studi kasus tidak ada hubungannya dengan studi, misalnya studi teknik geodesi sedangkan temanya kontroversi hukuman kebiri, kan gak ada sangkut pautnya berroohh. Nah kalau sudah begini, pakai saja perspektif pribadi. Dan jangan khawatir ini tidak nyambung, semua orang pasti punya hati nurani dan akal budi, yang pastinya masih bisa dipake buat mikir. Semua orang itu pasti punya perspektif yang unik, tergantung bagaimana kita menjelajahi lebih dalam pendapat kita sendiri.
Proses menulis esai umumnya berjalan dengan tertib. Sedari awal seleksi saya belum pernah mendengar ada kecurangan yang dilakukan peserta seleksi. Selain ada pemandu yang selalu berkeliling dan membantu peserta, saya pikir masing-masing peserta seleksi juga memiliki kesadaran yang tinggi kalau ini adalah seleksi untuk memilih calon pemimpin bangsa. Jadi kalau sedikit saja ada pikiran berbuat curang di benak calon pemimpin bangsa, terus bagaimana nasib bangsanya nanti? Maka dari itu, kecurangan dalam bentuk apapun benar-benar bukan solusi.
Kalau sudah selesai esai, ya mari kita berdoa saja. Sekarang pun saya sedang berdoa tanpa henti agar diberi kemudahan. Sekarang ini saya sedang menanti pengumuman, nanti tanggal 10 Desember 2015 diumumkan dan insyaAllah saya posting tulisan ini. Semoga bermanfaat. :)


No comments:

Post a Comment