Selamat pagi, pejuang beasiswa!
Kali ini sapaan sengaja saya tulis seperti
ini, karena saya yakin betul sekarang ini anda-anda sekalian yang sedang
membaca tulisan kecil ini adalah para pejuang beasiswa yang sedang berkutat
menghadapi ujian LPDP. Jangan khawatir, njenengan tidak salah tempat. Tulisan ini memang
secara khusus didedikasikan untuk teman-teman semua dari seluruh penjuru
Indonesia yang tengah berharap-harap cemas menantikan seleski Beasiswa LPDP,
baik Afirmasi maupun Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI).
Lebih khusus
lagi, artikel ini akan membahas mengenai satu model seleksi baru untuk menyaring penerima beasiswa LPDP yang
dilaksanakan kedua kali pada periode 4 tahun 2015 yaitu, jeng jeng jeng… seleksi
penulisan esai. Model seleksi baru ini sudah diumumkan sejak periode pertama
tahun 2015, dan sejujurnya tidak se-menyeramkan yang banyak dikira. Waktu itu,
saya lihat reaksi banyak pendaftar sepertinya begitu heboh, dan kemudian banyak
yang bersegera mendaftar untuk menghindari proses yang satu ini. Saya rasa,
tidak perlu menanggapi begitu paranoid,
toh saya yang baru saja melewati proses itu seminggu lalu pun insyaAllah
baik-baik saja.
Tujuan dari
seleksi esai ini ya betul-betul menguji kemampuan akademis si calon penerima
beasiswa LPDP. Kita nantinya (kalau benar-benar lolos dan berangkat) diharapkan akan
memberikan kontribusi untuk Indonesia, dan sudah sewajarnya memiliki kesiapan
akademik yang matang, termasuk di antaranya kemampuan menyampaikan pendapat dan
menjelaskan dalam bentuk tulisan. Aspek kemampuan menulis menjadi penting
mengingat kemampuan orang berkomunikasi itu bervariasi, ada yang secara lisan
lancar namun ada yang tidak bisa berkutik ketika harus berbicara di depan
khalayak, tapi punya kecerdasan yang mengagumkan. Nah, celah inilah yang bisa
dimanfaatkan si orang tersebut, sekaligus biar panitia seleksi beasiswa LPDP gak kecolongan karena salah strategi. Jadi
orang yang betul-betul berkualitas bisa tersaring. Pelajaran ini saya dapatkan
karena salah satu rekan saya satu tim waktu seleksi juga memiliki kendala dalam
menyampaikan pendapat, tapi hasil karyanya betul-betul menakjubkan. Jadi kalau njenengan nggak terlalu bisa ngomong, jangan khawatir, ini
kesempatan anda!
Teknis
penulisan ini sebenarnya sederhana. Kalau anda pernah mengikuti Test of Writing
English di TOEFL atau IELTS, pasti paham dengan model seleksi penulisan esai
ini. Waktu seleksi penulisan ini adalah 20 menit sebelum LGD, dan dilaksanakan
selama 30 menit. Iya, cuma 30 menit! Aturannya pun mudah, tidak ada kertas atau
alat tulis lain selain pena dan papan jalan (sebelumnya sudah diumumkan di
undangan seleksi substantif yang dikirimkan ke surel masing-masing, makanya
baca surelnya harus lengkap, gak boleh main-main!). Satu kelompok esai
terdiri dari sekitar 20 orang yang nantinya duduk di ruang kelas dengan satu
meja dengan selembar soal di atasnya (dan pastinya ada kursinya), dipandu
seorang pembimbing di dalam ruangan. Pembimbing ini akan menjelaskan aturan
penulisan esai, dan menghitung pelaksanaan esai selama 30 menit. Selain itu,
selama proses penulisan esai, pembimbing juga akan memberitahukan waktu yang
tersisa untuk menulis. Peringatan diberikan setelah berjalan 15 menit, sisa 10
menit, sisa 5 menit serta 1 menit. Karena selama seleksi penulisan esai ini
tidak diperbolehkan membawa kertas lain atau mencorart-coret lembar soal,
peserta bisa menulis gagasan di kartu peserta yang sudah dicetak sebelumnya.
Soal
esai terdiri dari 2 pilihan, yang keduanya terkait dengan isu tertentu terutama
yang terkini. Dari savitriadelia.blogspot.co.id, saya dapat informasi kalau
tema seleksi penulisan esai adalah sebelumnya adalah (1) revolusi mental
yang digagas Presiden Jokowi dan (2) bonus demografi; sebuah tantangan ataukah
bencana? Sedangkan di periode 4
tahun 2015 sewaktu saya mengikuti seleksi, tema pertama berkaitan dengan
tantangan globalisasi, bagaimana peluang bagi Indonesia untuk memanfaatkannya
dan bagaimana ancaman globalisasi terhadap budaya lokal, serta yang kedua yaitu
tentang pola pengasuhan orang tua terutama yang berkaitan dengan perilaku
seksual anak. Dari kedua tema, kita kemudian diminta untuk memilih salah satu
topik kemudian menuliskan pendapat kita sesuai tema. Ada 3 kriteria penilaian yaitu
struktur tata bahasa, orisinalitas ide atau gagasan anda dan sistematika
penulisan, keterkaitan antar paragraf.
Menulis dalam waktu singkat dan dengan gagasan yang bisa terbatas atau
bisa juga melimpah itu betul-betul sebuah tantangan. Kalau kita punya banyak
gagasan, biasanya justru akan bingung karena harus memilah mana yang tepat dan
mengangkat nilai. Kalau miskin ide, nanti jadinya esai akan meluber dan hanya
berputar di satu gagasan inti tapi dijelaskan panjang lebar tinggi dan kemana-mana,
malah terlihat tidak efektif. Kalau kita sudah punya gagasan, lebih baik
difokuskan pada menjawab pertanyaan tema yang sudah disediakan. Lalu gagasan
bisa diurutkan seperti membuat skripsi, mulai dari pendahuluan, tinjauan
pustaka, lalu pembahasan dan kesimpulan. Yang penting, antar paragraf nyambung satu sama lain. Selain itu, kita bisa
buat penjelasan yang singkat, padat dan jelas. Waktu 30 menit untuk menulis itu
benar-benar sebentar saja, jadi lebih baik kalau gagasan yang disampaikan tidak
terlalu banyak tapi padat dan rinci.
Terkait dengan tema, memang gampang-gampang susah. Kalau kita beruntung,
tema yang kita dapatkan bisa jadi sesuai dengan studi kita dan itu kan gak masalah. Apesnya kalau kita sama
sekali tidak tahu menahu tema tersebut. Untungnya, setidaknya kita bisa memilih
2 tema yang tersedia. Persiapan untuk seleksi ini ya pastinya memperbarui
informasi dari macam-macam sumber, bisa koran (asal dibaca), atau berita
on-line (yang nyambung dan relevan, bukan gosip seleb). Berita-beritanya
juga yang memang menyedot perhatian publik, banyak didiskusikan, bisa jadi diomongin bapak-bapak PNS yang lagi nongkrong di
warteg mau sarapan, atau tukang ojek yang lagi mangkal. Isu yang diangkat
biasanya kontroversial, banyak memicu perdebatan dan memang lagi hot-hotnya.
Kalau sudah, coba kita analisis kasus itu
dengan sudut pandang sendiri. Beberapa teman mengaku sempat bingung karena
studi kasus tidak ada hubungannya dengan studi, misalnya studi teknik geodesi
sedangkan temanya kontroversi hukuman kebiri, kan gak ada sangkut pautnya
berroohh. Nah kalau sudah begini, pakai saja perspektif pribadi. Dan jangan
khawatir ini tidak nyambung,
semua orang pasti punya hati nurani dan akal budi, yang pastinya masih bisa dipake buat mikir.
Semua orang itu pasti punya perspektif yang unik, tergantung bagaimana kita
menjelajahi lebih dalam pendapat kita sendiri.
Proses menulis esai umumnya berjalan
dengan tertib. Sedari awal seleksi saya belum pernah mendengar ada kecurangan
yang dilakukan peserta seleksi. Selain ada pemandu yang selalu berkeliling dan
membantu peserta, saya pikir masing-masing peserta seleksi juga memiliki
kesadaran yang tinggi kalau ini adalah seleksi untuk memilih calon pemimpin
bangsa. Jadi kalau sedikit saja ada pikiran berbuat curang di benak calon
pemimpin bangsa, terus bagaimana nasib bangsanya nanti? Maka dari itu,
kecurangan dalam bentuk apapun benar-benar bukan solusi.
Kalau sudah selesai esai, ya mari kita
berdoa saja. Sekarang pun saya sedang berdoa tanpa henti agar diberi kemudahan.
Sekarang ini saya sedang menanti pengumuman, nanti tanggal 10 Desember 2015
diumumkan dan insyaAllah saya posting tulisan ini. Semoga bermanfaat. :)

No comments:
Post a Comment