Wednesday, June 24, 2015

Remuk

Adalah ketika aku membentengi tebal jiwaku dengan bongkah demi bongkah luka, dan membiarkan setiap hati yang hendak bersimpati menghajar tembok dingin dan bertolak keluar, menjauhkan aku dari keterlibatan cinta yang dulu pernah membawaku terlena. Ketika memori mengenai koyaknya lembaran hati menegangkan kepalaku, memaksaku abai pada cinta dan memandang tajam ambisi. Ketika gontai langkahku mulai menapak limbung, memalingkanku pada manja semu yang menderu dalam nafsu. Separas halus menatapku tajam, mengayunkan bandul cinta di hadapanku yang memburuku menggerogoti lapis demi lapis pertahanan kalbu. Aku membuka sebongkah dan menengoknya, mengedipkan urat malunya menggodaku. Dan seketika ia bak adik kecil yang menukas riuh, menjetikkan jarinya di kelingkingku. Linang matanya melenakan, menggiringku pada ketidaksadaran bahwa aku tengah menghantam hancur tebal perlindungan jiwaku dari gempur asmaranya, mengizinkannya masuk ke dalam setiap rongga demi rongga. Menelanjangi dadaku! Buainya melelapkanku di atas ranjang mimpi, sampai aku terbangun dan mendapatinya pergi. Terkesiap dalam panik, kesadaranku yang masih separuh ini menggulatku dalam gulana. Aku harus bertarung dengan kebodohanku sendiri.

No comments:

Post a Comment