Friday, July 10, 2015

Mampir Ngombe

Dan lagi tentang kehidupan dan kematian, terkadang kita terlalu terikat dan tergantung pada apa yang ada di bumi ini, dalam kehidupan kita. Bukan hanya perkara cinta atau manusia yang lain, tetapi juga perkara harta, tahta, atau ambisi kita yang lain. Yang kita terkadang lupa adalah bahwa semua itu akan pergi bersama dengan kepergian kita, kematian. Jadi tidak akan ada gunanya juga kita terlalu menaruh hati pada apa yang kita perjuangkan tersebut, karena semua hanya akan pergi.

Sepertinya mudah berbicara tentang melepaskan kepergian apa yang kita sukai, apa yang kita perjuangkan selama hidup, tetapi tidak semudah itu nyatanya. Kita berjuang mati-matian, berpeluh dan berdarah-darah kadang, demi apa pun itu yang kita impikan, kita ingin wujudkan. Tapi kita lupa bahwa semua itu akan lepas. Mengingat tentang kematian dan kepergian, berarti juga mengingatkan kita tentang keikhlasan. Bahwa apa pun yang kita perjuangkan, harus ada perasaan ikhlas dalam hati kita mengenai apa yang akan terjadi dan bagaimana jadinya nanti.

Kita seringkali takut terhadap kematian, membayangkan apa yang akan terjadi di dunia dengan apa yang kita tinggalkan. Tapi nyatanya, ketika seseorang pergi, banyak hal yang berlangsung dengan baik-baik saja, karena pelajaran ribuan tahun mengenai kematian telah memberikan bantuan berharga bagi siapapun yang menghadapi kehilangan.

Kita sendiri juga membayangkan apa yang akan terjadi pada diri kita setelah kematian, dan ketakutan itu datang. Tapi bukankah kematian itu hal yang masih menjadi misteri bagi kita? Bahkan ilmu pengetahuan terhebat pun belum mampu mengungkap apa yang terjadi pada jiwa manusia setelah kematian. Lalu untuk apa kita takut tentang hal yang kita belum ketahui? Selama hidup pun kita takut terhadap berbagai macam hal, tapi akhirnya kita hanya bisa pasrah ketika apa yang kita takutkan benar-benar hadir. Lalu kenapa tidak jalani dengan seperti itu saja? Ketika hadir kematian, pasrahkan saja. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi, maka terjadilah saja. Aku pun menelan ludah ketika berbicara seperti ini, tapi kita manusia dengan kekuatan yang terbatas. Jika sudah demikian, “semeleh” –lah saja. Lepaskanlah saja.

Demi menghadapi kematian, kita relakan saja. Bersikap dengan cara yang lebih bersahaja, karena apa yang kita pikir kita miliki, sejatinya bukan milik kita dan akan pergi dengan segera. Cinta, cita, harta, tahta, semuanya. Karena hidup itu sekadar, mampir ngombe.


No comments:

Post a Comment