Dan lagi tentang kehidupan dan kematian, terkadang kita
terlalu terikat dan tergantung pada apa yang ada di bumi ini, dalam kehidupan
kita. Bukan hanya perkara cinta atau manusia yang lain, tetapi juga perkara
harta, tahta, atau ambisi kita yang lain. Yang kita terkadang lupa adalah bahwa
semua itu akan pergi bersama dengan kepergian kita, kematian. Jadi tidak akan
ada gunanya juga kita terlalu menaruh hati pada apa yang kita perjuangkan
tersebut, karena semua hanya akan pergi.
Sepertinya mudah berbicara tentang melepaskan kepergian apa
yang kita sukai, apa yang kita perjuangkan selama hidup, tetapi tidak semudah
itu nyatanya. Kita berjuang mati-matian, berpeluh dan berdarah-darah kadang,
demi apa pun itu yang kita impikan, kita ingin wujudkan. Tapi kita lupa bahwa
semua itu akan lepas. Mengingat tentang kematian dan kepergian, berarti juga
mengingatkan kita tentang keikhlasan. Bahwa apa pun yang kita perjuangkan,
harus ada perasaan ikhlas dalam hati kita mengenai apa yang akan terjadi dan
bagaimana jadinya nanti.
Kita seringkali takut terhadap kematian, membayangkan apa
yang akan terjadi di dunia dengan apa yang kita tinggalkan. Tapi nyatanya,
ketika seseorang pergi, banyak hal yang berlangsung dengan baik-baik saja,
karena pelajaran ribuan tahun mengenai kematian telah memberikan bantuan
berharga bagi siapapun yang menghadapi kehilangan.
Kita sendiri juga membayangkan apa yang akan terjadi pada
diri kita setelah kematian, dan ketakutan itu datang. Tapi bukankah kematian
itu hal yang masih menjadi misteri bagi kita? Bahkan ilmu pengetahuan terhebat
pun belum mampu mengungkap apa yang terjadi pada jiwa manusia setelah kematian.
Lalu untuk apa kita takut tentang hal yang kita belum ketahui? Selama hidup pun
kita takut terhadap berbagai macam hal, tapi akhirnya kita hanya bisa pasrah
ketika apa yang kita takutkan benar-benar hadir. Lalu kenapa tidak jalani
dengan seperti itu saja? Ketika hadir kematian, pasrahkan saja. Kita tidak tahu
apa yang akan terjadi, maka terjadilah saja. Aku pun menelan ludah ketika
berbicara seperti ini, tapi kita manusia dengan kekuatan yang terbatas. Jika
sudah demikian, “semeleh” –lah saja. Lepaskanlah saja.
Demi menghadapi kematian, kita relakan saja. Bersikap dengan
cara yang lebih bersahaja, karena apa yang kita pikir kita miliki, sejatinya
bukan milik kita dan akan pergi dengan segera. Cinta, cita, harta, tahta,
semuanya. Karena hidup itu sekadar, mampir ngombe.

No comments:
Post a Comment