Dari kepala turunlah ke dada, dan masuklah ke dalam sana.
Ada sebuah rongga kosong besar, gelap dan tak berwarna. Hampa dan hanya hitam
dan putih. Ruang ini sedikit bercahaya, yang entah datang darimana,
remang-remang menerangi sebuah obyek di tengah yang sedang berdenyut. Si
empunya mengatakan itu hati, tapi jika hati itu benar adanya maka ia mungkin
tak tampak seperti ini. Ia bulat, besar, memenuhi rongga, tapi sekaligus
menyisakan kekosongan yang memenuhi rongga tadi. Berdenyut-denyut kuat seolah
ia hendak meledakkan rongga ini. Ia hitam, kelam seperti kepulan asap hitam
yang menyembul langsung dari api yang terbakar, dari ban yang tersulut. Pekat
dan memenuhi, bergerak dengan cepat tak karuan. Asap ini seolah sedang ingin
memakan apapun yang menghalanginya namun ia hanya bisa terperangkap di dalam
rongga sempit itu. Anehnya, rongga yang berdenyut ini pun tertekan karena
dentuman-dentuman dan gerakan kasar asap hitam. Lapisan luar rongga ini
berkecamuk, suara-suara menggeretak terdengar dari rongga yang mulai merenggang
dan membentuk retakan. Semakin cepat asap berputar, semakin cepat retakan
muncul dan …
Si empunya dada itu sudah tak mampu menangis karena sesaknya
dan muaknya dengan rasa hatinya yang seperti itu.
Diremas oleh tangan yang tak terlihat, dengan begitu kuat
dan begitu kencang. Seolah ia hendak menghentikan denyut jantungku. Berdenyut
dengan begitu kencang seolah ia mau meledak. Aku bahkan tak tahu perasaan macam
apa ini. Marah? Kecewa? Sedih? Hampa?
Bodoh, aku sudah hidup selama sekian tahun tapi tetap saja
tak mampu membedakan perasaan yang mana ini…
Empty…
No comments:
Post a Comment